Pagi itu, Ibu membangunkanku, memandikanku, menyisir rambutku, mendandaniku sedemikian cantik. Aku memakai baju terbagusku, kaos kaki berendaku dan memakai sepatu.
” Kita akan ke Semarang, perjalanan agak jauh, kita mesti bergegas, ” Masih jam 6 pagi ketika kami berjalan menuju terminal Bis.
Jarak rumah kami ke Semarang membutuhkan waktu kurang lebih 4 jam perjalanan dan kami harus berganti setidaknya 3 kali Bus untuk sampai tujuan.
***
Aku menangis, berteriak histeris ketika ibu meninggalkanku begitu saja. Ibu pergi berlalu tanpa menoleh lagi padaku.
” Ibu, aku janji tidak akan nakal, aku akan bangun lebih pagi lagi untuk membantumu ibu, dan Aku akan memarut singkong dan memarut kelapa tanpa kau suruh buu, . . . Ibuuuuu”
” Ibu, aku tidak akan mengeluh lagi, Aku tidak akan menangis lagi, walaupun tanganku terkena parut, asal ibu membawaku pulang . . . Ibuuuuuu”
Aku tidak ingat berapa lama berteriak, dan berapa lama menangis, yang kutahu aku tertidur karena kecapaian. Saat ini Aku sangat membenci Ibuku, perempuan yang telah melahirkanku, dan juga telah tega membuangku.
*******
Namaku Putri Shaina, umurku baru 6 tahun saat itu, putri ke-3 dari 5 bersaudara. Setelah Bapakku meninggal dunia 2 tahun lalu, Aku dan kedua kakakku harus mau membantu ibu berjualan bubur kacang hijau dan bermacam-macam gorengan di Terminal kecil tak jauh dari rumahku.
Dua bulan yang lalu kakakku Bayu, dijemput orang bermobil untuk dibawa ke Jogjakata. Ibu bilang padaku, Mas Bayu diberikan orang untuk disekolahkan, dan sekarang kenapa Aku juga diberikan orang. Ibu benar-benar jahat dan tidak bertanggungjawab.
Aku diberikan pada keluarga Haryanto, Sebuah keluarga mapan yang sudah 5 tahun ini belum juga dikaruniani seorang momongan.
” Kamu harus menurut pada ibu Nak, harus mau tinggal disini, kamu aman, dan akan bisa bersekolah ,” Itulah kata-kata terakhir Ibu padaku. Dan aku tidak tahu apa maksudnya, yang ada dibenakku Ibu begitu jahat padaku.
Di rumah baru, Putri kecil selalu bangun pagi, mengatur tempat tidur, menyapu kamar kemudian membantu bibik di dapur, setelah itu mandi dan bersiap-siap ke sekolah.
Yang ada dipikiranku saat itu adalah, ” Kalau Aku tidak rajin, Ayah Haryanto dan Bunda Anisa, kedua orang tua baruku akan membuang diriku seperti yang dilakukan oleh Ibu ”
Suatu hari ayah dan Bunda memanggilku, Beliau bercerita panjang dan lebar, Beliau adalah orang tua baruku, dan Aku tidak boleh sungkan padanya. Bunda juga melarangku mengerjakan pekerjaan rumah.
” Bibi yang akan mengerjakan pekerjaan rumah, Putri cukup membersihkan kamar Putri saja, tidak perlu capek ya sayang…”
” Yang Ayah Bunda inginkan adalah, Putri belajar dengan rajin, agar suatu hari nanti putri bisa menjadi seorang dokter.”
Sejak Saat itu , Aku berjanji pada diriku sendiri akan rajin belajar dan menjadi juara kelas, agar Orangtua angkatku menjadi bangga padaku.
Tak terasa 5 tahun telah berlalu, Aku lulus SD dengan nilai yang sempurna. Ayah Bundaku sangat bahagia ketika Aku menerima penghargaan dari Sekolah. Kebahagiaan kami menjadi berlipat ganda ketika bunda bilang bahwa aku akan punya seorang adik dari rahim Bunda. Setelah menunggu selama 10 tahun.
Aku jarang mengingat Ibuku, karena setiap bulan, Bibik selalu membuat masakan yang sama persis dengan buatan Ibuku, khusus buatku. Namun tetap saja , air mataku mengalir, kenapa rindu ini tidak bisa hilang, walau mulutku sering berkata tak perduli dengan Ibu yang membuangku.
” Maaf Non, Bibik Jum ada ??,” Seorang Bapak tua, mencari Bibik sambil membawa sebuah rantang besar.
” Bibik sedang ke Pasar, Bapak perlu sesuatu?? atau silahkan menunggu, “
” Tidak Non, Bapak cuman menitipkan rantang ini buat Bibik, trimakasih ,”
Setelah berpamitan, Bapak tua itupun berlalu. Tanpa kutahu, diseberang jalan sana, Ibu memandangiku dengan pelupuk mata berkaca-kaca.
Aku tidak bisa membendung airmataku, ketika Bibik menceritakan bahwa makanan kesukaanku yang selalu terhidang selama 5 tahun ini adalah kiriman dari Ibu.
Aku sebenarnya ingin engkau datang Ibuuuuu.
***
Jakarta 2000
Keluargaku harus pindah ke Jakarta, Usaha Ayah maju pesat, Ayah dipromosikan menduduki jabatan yang lebih mapan di Jakarta.
Sekarang, Aku sudah tidak bisa merasakan lezatnya masakan Ibu lagi. Selalu saja air mata ini mengalir setiap aku teringat Ibu, ” Kenapa engkau tak menyukaiku Bu, kenapa engkau membuangku ??.” Selalu saja pertanyaan itu yang melintas.
Waktu cepat sekali berlalu, tak terasa aku sudah menyelesaikan SMU, dan lagi-lagi aku memberikan hadiah pada Ayah Bundaku sebuah prestasi nilai yang tertinggi. Aku memenuhi harapan mereka untuk menjadi seorang dokter. Dan akupun menyelesaikannya dalam waktu 6 tahun. Besok aku akan diwisuda.
” Ada tamu untukmu kakak, ” Suara Putra adikku.
” Ayo, cepat turun ke bawah, liat sendiri siapa tamunya . . . “, Tiba-tiba Bunda sudah ada didepanku.
Diruang tamu, Aku tercengang. Ada Ibuku dan kedua saudaraku yang sudah hampir 20 tahun tidak pernah berjumpa.
” Bunda yang mengundang mereka, untuk ikut merasakan kebahagiaan kita, karena Bunda benar-benar bangga punya seorang anak sepertimu Putri . . .”
Bunda mengambil tanganku juga tangan Ibuku, menggenggamnya erat, tangan kami bertiga saling menyentuh. Kulihat air mata Ibu mengalir pelan. Aku tak kuasa melihat air mata ibu, tenggorokanku serasa tercekat, air mataku tak bisa kubendung, aku memeluk ibu, lamaa.....melepas rindu yang telah lama membuncah. Semua terdiam, tetapi hati kami saling bicara. Aku sudah menemukan jawaban dari pertanyaanku selama ini.
Kenapa dulu Ibu membuangku ??.
0 comments:
Post a Comment